1
Ruang Lingkup
HAM Dalam Konstitusi
Negara Republik Indonesia
Konstitusi
(constitution) memengan peranan penting di setiap Negara mananpun, artinya
Undang-Undang Dasar. Dalam arti keseluruhan peraturan-peraturan, baik tertulis
maupun tidak tertulis, dan mengatur secara mengikat cara-cara pemerintahan yang
diselenggarakan.
Sebelum kita
melangkah lebih jauh tentang HAM dalam prespektif konstitusi NKRI. Apa yang
dimaksud “prespektif” dan “konstitusi”
prespektif menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti sudut pandang,
menurut jajak pendapat perspektif berasal dari bahasa latin yakni (per berarti
melalui), (spectare berarti memandang), jadi presfektif itu suatu media yang
dimiliki seorang pribadi, dan melalui media itu dia memandang suatu objek,
karena media yang berbeda maka pandangannya juga berbeda.
Dan
konstitusi menurut kamus besar bahasa Indonesia meruakan segala aturan tentang
ketatanegaraan dan undang-undang dasar suatu Negara. Konstitusi dalam bahasa
belanda Grondwet, (grond berarti dasar),dan (wet artinya undang-undang). Jadi
Grondwet adalah undang-undang dasar, dalam bahasa jerman dikenal dengan sebutan
Grundgesetz, (grund artinya dasar) dan (gesets artinya undang-undang) di Negara
Kesatuan Republik Indonesia, undang-undang dasar merupakan hukum dasar yang
tertulis, yaitu UUD 1945. Hukum dasar selain undang-undang yang tertulis
disebut sebagai Konvensi.
Menurut
Herman Heller dalam bukunya “staatlehre” sebagaimana dikutip Muladi 2007:41
(dikutip dari modul UT.PKNI4317/Dasim Budimansyah/hal.5.5), konstitusi memiliki
tiga pengertian, yaitu:
1.
Konstitusi mencerminkan kehidupan
politik didalam masyarakat sebagai suatu kenyataan dan ia belum merupakan
Konstitusi dalam arti hukum atau dengan perkataan lain Konstitusi itu masih
merupakan pengertian sosiologis atau politis dan belum merupakan pengertian
hukum;
2.
Baru setelah orang mencari
unsur-unsur hukumnya dari Konstitusi yang hidup dalam masyarakat itu untuk
dijadikan sebagai suatu kesatuan kaidah hokum, maka Konstitusi disebut
rechversfasuung;
3.
Kemudian orang-orang menulisnya
dalam satu naskah sebagai Undang-Undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu
Negara.
Konstitusi harus tetap dan senantiasa hidup (living constitution) sesuai dengan semangat zaman (zeitgeist), realitas dan tantangan masa. UUD 1945 bukanlah sekadar cita-cita atau dukumen bernegara, akan tetapi menjawab berbagai persoalan bangsa. Misalnya kasus aborsi, kekerasan terhadap anak, penyiksaan, diskriminasi, masalah ras, kesenjangan kaya-miskin, hukum memihak kekuasaan, kemiskinan, masalah minoritas dan lain-lain.
2.2
Keteraitan HAM Dengan Hukum
Pertanyaan
mendasar yang dikemukakan pada bagian ini adalah; apa hubungan negara hukum
dengan hak asasi manusia?. Jawaban atasa pertanyaan ini sudah barang tentu,
tidak begitu sulit mengkajinya dari sudut ilmu hukum, sebab antara negara hukum
dan hak asasi manusia, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Argumentasi hukum
yang dapat diajukan tentang hal ini, ditunjukan dengan cirri negara hukum itu
sendiri, bahwa salah satu diantranya adalah perlindungan terhadap hak asasi
manusia. Dalam negara hukum hak asasi manusia terlindungi, jika dalam suatu
negara hak asasi manusia tidak dilindungi, negara tersebut bukan negara hukum
akan tetapi negara dictator dengan pemerintahan yang sangat otoriter.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam negara hukum terwujud dalam bentuk
penormaan hak tersebut dalam konstitusi dan undang-undang dan untuk selanjutnya
penegakannya melalui badan-badan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan
kehakiman.
Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang bebas dan merdeka artinya terlepas dari pengaruh
kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam
undang-undang. Konstitusi melarang campur tangan pihak eksekutif atatupun
legislative terhadap kekuasaan kehakiman, bahkan pihak atasan langsung dari
hakim yang bersangkutanpun, tidak mempunyai kewenangan untuk mepengaruhi atau
mendiktekan kehendaknya kepada hakim bawahan. Pada hakekatnya, kebebasan
peradilan ini merupakan sifat bawaan dari setiap peradilan hanya saja batas dan
isi kebebasannya dipengaruhi oleh sistem pemerintahan, politik, ekonomi, dan
sebagainya.
Asas
perlindungan dalam negara hukum tampak antara lain dalam Declaration of
Independent, deklarasi tersebut mengandung asas bahwa orang yang hidup di dunia
ini, sebenarnya telah diciptakan merdeka oleh Tuhan, dengan dikaruniai beberapa
hak yang tidak dirampas atau dimusnahkan, hak tersebut mendapat perlindungan
secara tegas dalam negara hukum. Peradilan tidak semata-mata melindungi hak
asasi perorangan, melainkan fungsinya adalah untuk mengayomi masyarakat sebagai
totalitas agar supaya cita-cita luhur bangsa tercapai dan terpelihara.
Mengenai asas perlindungan , dalam setiap konstitusi dimuat ketentuan yang menjamin hak-hak asasi manusia. Ketentuan tersebut antara lain:
a. Kebebasan
berserikat dan berkumpul;
b. Kebebasan
mengeluarkan pikiran baik lisan dan tulisan;
c. Hak
bekerja dan penghidupan yang layak;
d. Kebebasan
beragama;
e. Hak
untuk ikut mempertahankan negara;
f. Hak lain-lain dalam pasal-pasal tentang hak asasi manusia.
Dalam
pengkajian indonesia, penekanan negara hukum akan diletakan pada pemikiran
bahwa kekuasaan kehakiman indonesia juga tunduk pada hukum. Pemikiran demikian
angat penting untuk mengantarkan persepsi, bahwa tunduknya kekuasaan kehakiman
pada hukum menyebabkan munculnya pemahaman akanadanya batas-batas kebebasan
kekuasaan kehakiman, dalam memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Sehingga dari apa yang diuraikan diatas sangat jelas hubungan antara negara
hukum dengan hak asasi manusia.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, sebagai ciri yang penting suatu negara hukum yang demokratis. Terbentuknya negara dan demikian pula penyelenggaraan kekuasaan suatu negara, tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak asasi kemanusiaan itu, oleh karena itu adanya perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia merupakan pilar yang sangat penting dalam setiap negara yang disebut sebagai negara hukum. Jika dalam suatu negara hak asasi manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai negara huku dalam arti sesungguhnya.
2.3
Faktor Penghambat Perkembangan HAM di Indonesia
A.
Hambatan
Penegakan HAM
Hambatan adalah suatu kendala yang bersifat atau
bertujuan melemahkan yang bersifat konseptual. Berikut
merupakan hambatan dalam upaya perlindungan,pemajuan dan pemenuhan HAM di
indonesia berdasarkan faktor-faktor, antara lain :
a. Faktor Kondisi Sosial-Budaya
1) Stratifikasi
dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan, usia, pekerjaan, keturunan
dan ekonomi masyarakat Indonesia yang multikompleks
(heterogen).
2)
Norma adat atau budaya lokal kadang bertentangan dengan HAM, terutama jika
sudah bersinggung dengan kedudukan seseorang, upacara-upacara sakral, pergaulan
dan sebagainya.
3) Masih
adanya konflik horizontal di kalangan masyarakat yang hanya disebabkan oleh
hal-hal sepele.
b. Faktor
Komunikasi dan Informasi
1) Letak
geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan, dan gunung yang
membatasi komunikasi antardaerah.
2) Sarana
dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun secara baik yang
mencakup seluruh wilayah Indonesia.
3) Sistem
informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sangat terbatas baik sumber
daya manusianya maupun perangkat (software dan hardware) yang diperlukan.
c. Faktor
Kebijakan Pemerintah
1)
Tidak semua penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya jaminan
hak asasi manusia.
2) Ada
kalanya demi kepentingan stabilitas nasional, persoalan hak asasi manusia
sering diabaikan.
3) Peran
pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap pemerintah
sering diartikan oleh penguasa sebagai tindakan ‘pembangkangan’.
Hambatan dalam upaya perlindungan,pemajuan dan pemenuhan
HAM di indonesia berdasarkan wilayahnya terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Dari
Dalam Negeri
Hambatan dan tantangan yang berasal dari dalam negeri, antara lain sebagai berikut :
1. Kualitas peraturan perundang undangan yang belum sesuai dengan harapan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai peraturan (materi) hukum peninggalan atau warisan kolonial (peninggalan zaman kolonial belanda), padahal sejak kemerdekaan Indonesia sudah berlaku tata hukum nasional. Tentu saja jiwa dan latar belakangnya sangat erat dengan nilai- nilai dan sistem politik penjajah. Yang jauh dari perlindungan, keadilan dan hak asasi manusia Indonesia.
2. Penegakan hukum yang kurang atau
tidak bijaksana karena bertentangan dengan aspirasi
masyarakat . Misalnya :
Hak
atas penggunaan tanah yang kepemilikannya di atur oleh undang undang, di
buktikan dengan sertifikat kepemilikan tanah. Secara yuridis formal sah-sah
saja pemilik lahan menggunakan lahannya menurut kepentingannya, namunaspirasi
masyarakat bisa saja bertentangan dengan pemilik lahan.
3. Kesadaran hukum yang masih
rendah sebagai akibat rendahnya kualitas sumber daya manusia. Berbagai bentuk
pelanggaran hukum atau ketidakpedulian terhadap perlindungan hak asasi orang
lain sering terjadi karena hal ini.
Misalnya
: Keroyok
massa, salah suatu perbuatan main hakim sendiri ( eigenrichting ) yang biasanya
dianggap perbuatan yang biasa dan bukan pelanggaran hukum di masyarakat. Dan
penegak hukum di masyarakat pun tidak mampu menegakkan hukum dalam situai kacau
yang melibatkan massa seperti itu.
Salah
satu solusinya bagi anak zaman sekarang adalah dengan belajar sehingga
memperoleh pendidikan di bangku sekolah yang tujuannya tak lain adalah untuk
meningkatkan sumber daya manusia di indonesia dan untuk mendidik anak agar
mengerti hukum.
4. Rendahnya
penguasaan hukum dari sebagian aparat penegak hukum
Sebagai
seorang penegak hukum di suatu negara, seharusnya mereka
bisa menguasai hukum baik teori maupun pelaksanaannya.
Serius dan profesional dalam menangani perkara hukum yang terjadi. Tetapi jangan
menggunakan cara yang kasar yang bertentangan dengan hukum itu sendiri.
5.
Mekanisme
lembaga penegak hukum yang fragmentaris, sehingga sering timbul disparitas
penegak hukum dalam kasus yang sama.
Sistem pengadilan hukum dan upaya mencari keadilan di negegara kita mengenai tingkatan peradilan yang belum sepenuhnya di pahami masyarakat. Secara kenyataan, di negara kita berlaku sistem hukuman maksimal dalam hukum pidana materiil (KUHP) dan hukuman hukuman lainnya yang di berikan kepada pelanggar sesuai dengan perbuatannya. Oleh sebab itu, di mungkinkan terjadinya perbedaan bobot hukuman oleh hakim dari tingkat peradilan yang berbeda walaupun dalam perkara yang sama. Akibatnya sebagian warga masyarakat merasakan tidak adanya kepastian hukum.
b. Dari
Luar Negeri
Penetrasi Ideologi dan
Kekuatan Komunisme
Di era global sekarang pengaruh ideologi
asing sangat mudah masuk ke suatu negara termasuk Indonesia, misalnya
komunisme. Meskipun idiologi ini semakin kurang popular namun tetap perlu diwaspadai.
Inti ajaran dari Karl Marx yang disebut histories materialisme merupakan asal
mula ajaran komunisme dunia.
B.
Tantangan
Penegakan HAM
Tantangan negara
Indonesia dalam upaya penegakan HAM ke depannya adalah
memajukan kesejahteraan . Tantangan-tantangan
dalam penegakan HAM di Indonesia meliputi:
a. Rendahnya tingkat
kepercayaan masyarakat kepada aparat pemerintah dan lembaga-lembaga penegak hukum.
b.
Masih ada pihak-pihak yang berusaha menghidupkan kekerasan dan diskriminasi
sistematis terhadap kaum perempuan ataupun kelompok masyarakat yang dianggap
minoritas.
c.
Budaya kekerasan seringkali masih menjadi pilihan berbagai kelompok masyarakat
dalam menyelesaikan persoalan yang ada di antara mereka.
d. Desentralisasi
yang tidak diikuti dengan menguatnya profesionalitas birokrasi dan kontrol
masyarakat di daerah potensial memunculkan berbagai pelanggaran HAM pada
tingkat local.
Mengenai tantangan
dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia untuk masa-masa yang akan
datang, telah digagas oleh pemerintah Indonesia (Presiden Soeharto) pada saat
akan menyampaikan pidatonya di PBB dalam Konfrensi Dunia ke-2 (Juni
1992) dengan judul “Deklarasi Indonesia tentang Hak Asasi Manusia”
sebagai berikut.
a. Prinsip
Universlitas, yaitu bahwa adanya hak-hak asasi manusia bersifat
fundamental dan memiliki keberlakuan universal, karena jelas tercantum dalam
Piagam dan Deklarasi PBB dan oleh karenanya merupakan bagian dari keterikatan
setiap anggota PBB.
b. Prinsip
Pembangunan Nasional, yaitu bahwa kemajuan ekonomi dan sosial melalui
keberhasilan pembangunan nasional dapat membantu tercapainya tujuan
meningkatkan demokrasi dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
c. Prinsip
Kesatuan Hak-Hak Asasi Manusia (Prinsip Indivisibility). Yaitu berbagai
jenis atau kategori hak-hak asasi manusia, yaitu meliputi hak-hak sipil dan
politik di satu pihak dan hak-hak ekonomi, sosial dan kultural di lain pihak;
dan hak-hak asasi manusia perseorangan dan hak-hak asasi manusia masyarakat
atau bangsa secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.
0 comments: